Rekayasa Escherichia coli

 

Escherichia coli, atau biasa disingkat E. coli, adalah salah satu jenis spesies utama bakteri gram negatif. Pada umumnya, bakteri yang ditemukan oleh Theodor Escherich ini dapat ditemukan dalam usus besar manusia. Kebanyakan E. Coli tidak berbahaya, tetapi beberapa, seperti E. Coli tipe O157:H7, dapat mengakibatkan keracunan makanan yang serius pada manusia yaitu diare berdarah karena eksotoksin yang dihasilkan bernama verotoksin. Toksin ini bekerja dengan cara menghilangkan satu basa adenin dari unit 28S rRNA, sehingga menghentikan sintesis protein. Sumber bakteri ini contohnya adalah daging yang belum masak, seperti daging hamburger yang belum matang. E. Coli yang tidak berbahaya dapat menguntungkan manusia dengan memproduksi vitamin K2, atau dengan mencegah baketi lain di dalam usus. E. coli banyak digunakan dalam teknologi rekayasa genetika. Biasa digunakan sebagai vektor untuk menyisipkan gen-gen tertentu yang diinginkan untuk dikembangkan. E. coli dipilih karena pertumbuhannya sangat cepat dan mudah dalam penanganannya.
            Biodiesel merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan, tidak mempunyai efek terhadap kesehatan, dapat dipakai sebagai bahan bakar kendaraan bermotor dapat menurunkan emisi bila dibandingkan dengan minyak diesel.  Biodiesel merupakan suatu nama dari Alkyl Ester atau rantai panjang asam lemak yang berasal dari minyak nabati maupun lemak hewan. Biodiesel tidak mengandung petroleum diesel atau solar. Biodiesel mempunyai rantai karbon antara 12 sampai 20 serta mengandung oksigen. Adanya oksigen pada biodiesel membedakannya dengan petroleum diesel (solar) yang komponen utamanya hanya terdiri dari hidro karbon. Jadi komposisi biodiesel dan petroleum diesel sangat berbeda.
Biodiesel dibuat melalui suatu proses kimia yang disebut transesterifikasi dimana gliserin dipisahkan dari minyak nabati. Proses ini menghasilkan dua produk yaitu metil ester (biodiesel)/mono-alkyl ester dan gliserin yang merupakan produk samping. Bahan baku utama untuk biodiesel antara lain minyak nabati, lemak hewani, lemak bekas/lemak daur ulang. Semua bahan baku ini mengandung trigliserida, asam lemak bebas (ALB) dan zat pencemar dimana tergantung pada pengolahan pendahuluan dari bahan baku tersebut. Sedangkan sebagai bahan penunjang adalah alkohol.
Pada pembuatan biodiesel dibutuhkan katalis untuk proses esterifikasi, katalis dibutuhkan karena alkohol larut dalam minyak. Alkohol yang digunakan sebagai pereaksi untuk minyak nabati adalah methanol, dapat pula digunakan ethanol, isopropanol atau butyl, tetapi perlu diperhatikan juga kandungan air dalam alkohol tersebut. Apabila kandungan air tinggi maka akan mempengaruhi hasil biodiesel kualitasnya rendah, karena kandungan sabun, ALB, dan trigliserida tinggi. Selain itu hasil biodiesel juga dipengaruhi oleh tingginya suhu operasi proses produksi, lamanya waktu pencampuran atau kecepatan pencampuran alkohol.
Katalisator dibutuhkan pula guna meningkatkan daya larut pada saat reaksi berlangsung, umumnya katalis yang digunakan bersifat basa kuat yaitu NaOH atau KOH atau natrium metoksida. Katalis yang akan dipilih tergantung minyak nabati yang digunakan, apabila digunakan minyak mentah dengan kandungan ALB kurang dari 2%, disamping terbentuk sabun juga terbentuk gliserin. Katalis tersebut pada umumnya sangat higroskopis dan bereaksi membentuk larutan kimia yang akan dihancurkan oleh reaktan alkohol. Jika banyak air yang diserap oleh katalis maka kerja katalis kurang baik sehingga produk biodiesel kurang baik. Setelah reaksi selesai katalis dinetralkan dengan penambahan asam mineral kuat. Setelah biodiesel dicuci proses netralisasi juga dapat dilakukan dengan penambahan air pencuci, HCl juga dapat dipakai untuk proses netralisasi katalis basa, bila digunakan asam phosphat akan menghasilkan pupuk phosphat (K3PO4).
Biodiesel secara nyata dapat mengurangi pencemaran, mengurangi hidrokarbon yang tidak terbakar, karbonmonoksida, sulfat, polisiklikaromatik hidrokarbon, dan hujan asam. Sifat - sifat yang terdapat di biodiesel yaitu : dapat diperbarui (renewable), mudah terurai oleh bakteri (biodegradable), ramah lingkungan menurunkan emisi (CO, CO2, SO2).
            Untuk memproduksi biofuel konvensional, para produsen memiliki dua strategi yang diterapkan. Strategi pertama ialah menanam tanaman yang mengandung gula semisal tebu, bit gula, dan sorgum manis atau tanaman yang kaya kandungan pati, seperti jagung. Pemilihan tanaman-tanaman yang mengandung gula dan pati berdasarkan alasan tanaman-tanaman tersebut mengandung glukosa yang jika difermentasikan dengan ragi dapat menghasilkan etil alkohol. Strategi kedua, menanam tanaman-tanaman yang berkadar minyak nabati tinggi, seperti kelapa sawit, kedelai, alga, atau jathropa. Apabila dipanaskan, kekentalan minyak nabati akan berkurang dan dapat langsung dibakar di dalam mesin, tepatnya mesin diesel. Namun, agar dapat beradaptasi penuh dengan mesin diesel, bahan bakar hayati dari minyak nabati itu harus diproses secara kimia hingga menjadi biodiesel. Peneliti dari pusat penelitian bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Yopi, mengatakan pada pembuatan biofuel konvensional, bakteri berperan sebagai perombak susunan struktur kimiawi dari biomassa sehingga dapat dikonversi menjadi bahan bakar hayati. ”Misalkan pada tumbuhan pati, agar dapat menjadi etanol, maka susunannya direkayasa dengan penambahan bakteri perombak,” jelasnya. Meski cukup efektif menghasilkan etanol, proses tersebut memakan waktu lama dan menghabiskan dana besar.
Menurut Dwi Sulistyaningsih, peneliti dari pusat penelitian bioteknologi LIPI, untuk dapat menciptakan biofuel murni yang memiliki titik nyala 70 hingga 80 persen, dibutuhkan proses penyulingan lebih dari empat kali. ”Umumnya, dalam satu kali penyulingan menggunakan mikroba hanya menghasilkan 40 sampai 60 persen etanol,” ujarnya. Proses yang panjang itulah yang coba dipangkas agar tercapai efisiensi.
            Pemanfaatan E.coli bukan ditujukan sebagai bakteri perombak asam lemak nabati pada tumbuhan, tetapi sebagai sumber asam lemak untuk biodiesel. Asam lemak merupakan sebuah molekul kaya energi yang ditemukan dalam minyak nabati dan hewani. E.coli dapat secara alami mensintesiskan asam lemak dan relatif mudah untuk diubah secara genetik. Hal itu membuat bakteri temuan Theodor Escherich tersebut menjadi mikroorganisme ideal untuk penelitian biofuel. Bekerja sama dengan Eric Steen, ahli biologi JBEI (Joint BioEnergy Institute), Keasling menggunakan reaksi biokimia untuk memproduksi struktur biodiesel, alkohol, dan lilin langsung dari ekstrak E.coli.
            Untuk menghasilkan bioetanol dari Escherichia coli sebagai alternatif biodisel dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu metode transesterifikasi dan fermentasi.
1.    Metode Transesterifikasi
Biodiesel diperoleh dari trigliserida minyak nabati melalui proses transesterifikasi. Proses ini dilakukan dengan mereaksikan minyak nabati, alkohol (metanol), dan katalis sehingga dihasilkan ester yang sifat fisiknya mirip dengan minyak solar.
Reaksi umum yang terjadi adalah sebagai berikut:
WVO(waste vegetable oil) + Metanol <-> FAME + Gliserin
Reaksi tersebut berlaku reversibilitas, sehingga kita bisa meningkatkan laju reaksi ke kanan yang berarti akan memberikan kita kesempatan untuk peningkatan hasil FAME (Fatty Acid Methyl Ester) yang diinginkan, dua hal yang bisa dilakukan adalah menambahkan konsentrasi metanol dan mengurangi/mengambil gliserin.
Dalam proses transesterifikasi dibutuhkan sejumlah metil alkohol dan KOH yang dicampur pada tangki reaktor kurang lebih 10 menit hingga KOH terlarut dengan sempurna. Proses pertama transesterifikasi adalah pemurnian Escherichia coli ATCC 11303. Tahap pemurnian ini menggunakan air yang mengandung zat asam. Larutan ini dapat diperoleh dengan mencampur asam asetat (CO3COOH) dengan air (H2O).
Perbandingan campuran adalah 40% dari Escherichia coli. Air dengan kandungan asam tersebut berfungsi untuk mengeluarkan angin didekat dasar tangki sehingga gelembung-gelembung dan udara terangkat. Setelah melalui tahapan pada proses tersebut maka akan dihasilkan bioetanol murni dan gliserin. Hasil dari proses pemurnian tersebut kemudian dimasukkan Waste Cooking Oils (WCO) ke dalam reaktor dengan menambahkan 25% (dengan volume WCO) etanol murni dan KOH dalam berbagai variasi konsentrasi. Variasi konsentrasi KOH/liter WCO adalah  6,00 gram; 6,25 gram; 6,50 gram; dan 6,75 gram.
Tahapan kedua memanaskan sampel dalam reaktor dengan variasi suhu 48oC, 60oC, dan 65oC, selama 50 – 60 menit. Variasi tekanan dikombinasikan dengan variasi suhu kemudian didiamkan selama 12 jam. Larutan kemudian menjadi potasium metoksida. Minyak nabati kemudian dialirkan atau ditransfer ke reaktor utama untuk menghasilkan minyak nabati atau biodiesel yang diinginkan Tangki reaktor harus disesuaikan untuk mempercepat determinasi volume.
Metoksida kemudian dialirkan kedalam reaktor dan proses pencampuran pun dimulai. Dalam proses esterifikasi ini dibutuhkan waktu kira-kira 60 menit. Ester kemudian ditransfer dengan pompa atau secara grafitasi kedalam tangki penampungan. Setiap bak memproduksi kurang lebih 500 liter per hari oleh sebab itu harus disiapkan dua bak dalam sehari.
Tahapan ketiga adalah pengambilan sejumlah gliserin dari hasil tahapan pertama dan kedua, kemudian menuangkan kembali biodiesel yang dihasilkan ke dalam reaktor dan ditambahkan metanol dari sisa proses pertama dan kedua dengan jumlah yang sama pada tahapan pertama juga pemberian katalis KOH, yang ditujukan untuk meningkatkan tingkat kemurnian biodiesel.
2.    Metode Fermentasi
Proses fermentasi dilakukan melalui proses hidrolisis. Hidrolisis enzimatis dari material mentah dan fermentasi hidrolisis gula dapat dilakukan terpisah atau secara bersamaan. Dua proses hidrolisis yang digunakan adalah SHF (separate hydrolysis and fermentation) atau SSF (simultaneous saccharification and fermentation). Susunan proses SSF secara umum mempertimbangkan keuntungan dari penurunan harga produksi etanol. Secara keseluruhan, hasil yang lebih menguntungkan adalah dengan menggunakan thermostable enzyme dalam proses hidrolisisnya.
Pada tahapan metode fermentasi, Escherichia coli ATCC 11303 yang membawa plasmid pLOI297 diletakkan dalam medium dengan pendinginan (-200C) dalam 40% gliserol dan pertumbuhan medium yang kompleks mengandung 2% glukosa dan 10 mg/L tetracyclin. Mediumnya terdiri dari trypton (10 g/L), ekstrak ragi (5 g/L) dan NaCl (5 g/L). Fermentasi dilakukan pada medium tersebut dengan menggunakan larutan buffer potassium fosfat (pH = 7) pada konsentrasi akhir 0,2 M.
Fermentasi dari glukosa (5g/L), xylosa (80g/L) dan arabnosa (5g/L) dibuat dengan 42,5g/L ethanol selama 96 jam yang menghasilkan 0,49 alkohol per 1 gram gula menggunakan Recombinant Escherichia coli. Konsentrasi glukosa, xylosa dan arabinosa dalam proses hidrolisis dapat dikembangkan untuk teknologi konversi biomassa pada produksi  fuel etanol menggunakan ethanologenik E.coli.
Untuk menghasilkan etanol dari fermentasi dapat dilakukan variasi konsentrasi yaitu glukosa dan xylosa (80g/L, 100g/L, 120g/L). Semakin banyak konsentrasi glukosa dan xylosa yang terkandung pada ethanologenik E.coli maka semakin banyak etanol yang dihasilkan. Dua proses hidrolisis tersebut dapat digunakan dengan metode SHF (separate hydrolysis and fermentation) atau SSF (simultaneous saccharification and fermentation).
Para ahli menginjeksikan gen yang dapat membuat E.coli mengeluarkan enzim yang biasa bertugas memecah material terkuat dalam tumbuhan, yaitu enzim selulosa atau lebih spesifiknya hemiselulosa. Enzim itu akan memproduksi gula yang dibutuhkan untuk proses pembuatan biodiesel dan bisa dikatakan enzim tersebut merupakan biomassa selulosa.
Karena modifikasi itulah E.coli dapat memproduksi biodiesel secara langsung dari tubuhnya. Hal itu membuat proses distilasi dan purifikasi bisa dipangkas. ”Sebagai perbandingan, apabila menggunakan lemak atau minyak dari tumbuhan, maka harus melewati proses esterifikasi terlebih dahulu sebelum dapat digunakan,” jelas Keasling. Lebih jauh, Keasling menerangkan proses pengkloningan gen berasal dari Clostridium stercorarium dan Bacteroides ovalus (bakteri yang tumbuh subur di tanah dan usus binatang herbivora) yang memproduksi enzim pemecah selulosa.
Para peneliti juga menambahkan kode genetik tambahan untuk membentuk asam amino pendek agar E.coli dapat mengeluarkan enzim hemiselulosa dan mengubahnya menjadi gula. Gula itulah yang kemudian diolah menjadi biodiesel. Proses tersebut memang terbilang sempurna untuk pembuatan hidrokarbon, namun belum bisa mencapai tahap pembuatan bensin. Karenanya, para peneliti kini bermaksud memaksimalkan efisiensi dari pengolahan modifikasi turunan Escherichia coli. Mereka juga telah mengeksplorasi berbagai cara untuk meningkatkan jumlah biodiesel yang diproduksi dari reaksi tunggal.

Kesimpulan

            Biodiesel merupakan energi alternatif yang digunakan untuk menggantikan petroleum diesel. Biodiesel dibuat melalui suatu proses kimia yang disebut transesterifikasi dimana gliserin dipisahkan dari minyak nabati. Proses ini menghasilkan dua produk yaitu metil ester (biodiesel)/monoalkyl ester dan gliserin yang merupakan produk samping. Bahan baku utama untuk biodiesel antara lain minyak nabati, lemak hewani, lemak bekas/lemak daur ulang. Dan sebagai bahan penunjang adalah alkohol. Kualitas biodiesel dipengaruhi oleh kandungan air dalam alkohol, apabila kandungan airnya tinggi maka kualitas biodiesel yang dihasilkan rendah, karena kandungan sabun, ALB (asam lemak bebas) dan trigliserida tinggi.
Escherichia coli hasil rekayasa dapat mengubah bahan alam menjadi biodiesel. Dapat dilakukan dengan dua metode yaitu transesterifikasi dan fermentasi. Bakteri E.coli hasil rekayasa dapat menyintesa dan memproduksi enzim hemiselulosa (enzyme hemicellulose). Dengan enzim hemiselulosa bakteri E.coli mampu menguraikan selulosa menjadi gula. Selanjutnya bakteri akan mengubah gula menjadi bahan bakar biodiesel. Secara alami, bakteri E.coli mengubah gula menjadi asam lemak untuk membentuk membran sel. Proses tersebut memang terbilang sempurna untuk pembuatan hidrokarbon, namun belum bisa mencapai tahap pembuatan bensin. Karenanya, para peneliti kini bermaksud memaksimalkan efisiensi dari pengolahan modifikasi turunan Escherichia coli. Mereka juga telah mengeksplorasi berbagai cara untuk meningkatkan jumlah biodiesel yang diproduksi dari reaksi tunggal.

Referensi   :


http://aguskrisnoblog.wordpress.com/2011/12/03/rekayasa-e-coli-untuk-pembuatan-biodiesel/
http://bandengjuwana.blog.uns.ac.id/2010/05/27/proses-pembuatan-biodiesel/
http://id.wikipedia.org/wiki/Escherichia_coli
http://mic.sgmjournals.org/content/152/9/2529.full
www.oocities.org/markal_bppt/publish/biofbbm/biraha.pdf

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS